Oleh Ustadz Irfan S. Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ ، وَنَسْتَعِيْنُهُ ، وَنَسْتَغْفِرُهُ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا ، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) [آل عمران]
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (1) [النساء]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71) [الأحزاب]
أَمَّا بَعْدُ : فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ .
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ وللهِ الحَمْدُ …
Mengawali khutbah ini, terlebih dahulu marilah kita memuji kebesaran Ilahi dengan mengucapkan, “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin”. Segala ungkapan puji dan syukur kita tujukan hanya kepada Allah, Pengatur dan Penguasa alam semesta. Atas berkat rahmat Allah-lah, sehingga pada hari ini kita dapat menjalankan perintah agama, yaitu melaksanakan shalat Idul Fitri berjamaah di tempat ini.
Kemudian, kita sampaikan shalawat dan salam kepada pemimpin para Rasul dan penutup para Nabi, Muhammad shallalhu ‘alaihi wasallam yang telah diutus Allah subhanahu wa ta’ala sebagai uswah hasanah, tauladan hidup terbaik, bagi manusia. Shalawat dan salam juga kita sampaikan pada keluarga beliau, para shahabat, tabi’in dan tabi’ut-tabi’in serta seluruh kaum Muslimin yang istiqamah berpegang teguh pada ajaran Islam hingga hari kiamat.
Sebagai Muslim, kita ridha Islam sebagai agama dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga kita semua yang telah menunaikan ibadah puasa Ramadhan dan melaksanakan shalat Idul Fitri pada hari ini, mendapatkan ampunan Allah dan terbebas dari dosa. Kita mohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar berkenan menjadikan ibadah Ramadhan kita sebagai saksi yang meringankan kelak di yaumul akhir; dan menjadikan kita semua berhak mendapatkan syafaat-Nya, ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna bagi pemiliknya.
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ – 88 – إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ – 89 –
“Pada hari kiamat, ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna bagi pemiliknya, kecuali bagi orang yang kembali kepada Tuhannya dengan bekal amal shalih dan hati yang ikhlas.” (Q.s. Asy-Syu’ara [26]: 88-89)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد
Setelah satu bulan penuh kita menunaikan ibadah puasa Ramadhan, dan atas hidayah dan karunia-Nya pada hari ini, 1 Syawal 1440 H bertepatan dengan 5 Juni 2019 M, kita dapat berhari raya bersama. Maka sebagai khatib pada kesempatan khutbah Idul Fitri ini, kami mengingatkan diri pribadi dan segenap jamaah shalat ‘Id sekalian, marilah kita bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana seruan Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ – 5:35
“Wahai kaum mukmin, takutlah kepada Allah. Tempuhlah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan beramal shalih. Berjuanglah kalian untuk membela Islam, niscaya kalian akan beruntung di akhirat.” (Qs. Al-Maidah [5]: 35)
Dalam ayat ini, setidaknya terkandung tiga perintah Allah. Pertama, perintah untuk bertakwa, yaitu takutlah kepada Allah, dengan melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Al-Hafizh Ibnu Jarir at-Thabari rahimahullah, ketika menafsirkan ayat 35 surat Al-Maidah ini mengatakan: “Hai orang-orang yang membenarkan semua yang diberitakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya kepada kalian, dan Dia telah menjanjikan pahala dan mengancam dengan hukuman. Sambutlah seruan Allah subhanahu wa ta’ala dalam seluruh perkara yang diperintahkan dan dilarang untuk kalian dengan penuh ketaatan kepada-Nya, dan wujudkanlah keimanan kalian dan pembenaran kalian kepada Rabb dan Nabi kalian dengan amal-amal shalih kalian”.
Barangkali, di antara kita ada yang bertanya, mengapa harus takut pada Allah? Bukankah Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, kenapa ditakuti?
Pernahkah kita menyadari, berapa banyak orang yang mengaku dirinya muslim, tapi tidak shalat, tidak puasa. Dia melanggar larangan Allah, melakukan korupsi, berzina, judi, mabuk, mengkonsumsi narkoba, LGBT, makan riba, menolak syariat Islam, menyebar hoax, melakukan kecurangan. Begitu lancang dia melakukan hal-hal yang dilarang agama, sebaliknya dia meninggalkan perintah agama, bahkan meremehkan ajaran-ajaran agama. Mengapa semua itu bisa terjadi? Hal itu disebabkan betapa minim rasa takutnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Takut kepada Allah adalah karakter orang yang bertaqwa, sebagai bukti imannya kepada Allah. Ketahuilah, hanya orang-orang yang takut kepada Allah sajalah yang rela tunduk pada perintah maupun larangan-Nya.
Akan tetapi, manusia terkadang lebih takut kepada sesama manusia daripada kepada Pencipta manusia, Allah Ta’ala. Padahal sudah dinasihati oleh Allah subhanahu wa ta’ala:
… فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ … – 5:44
“…janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku”. (QS. Al Ma’idah [5]: 44)
Ada sebuah peristiwa politik, yang menggambarkan situasi orang yang takut pada Allah. Ketika seorang ustadz diintrogasi oleh penyidik dalam perkara pidana akibat aktivitas dakwah dan politiknya. Sang ustadz ditanya tentang hartanya, berapa rumah dan luas tanahnya. Termasuk berapa banyak kendaraan yang dimilkinya.
“Saya tidak punya rumah dan tanah, yang saya tempati sekarang milik mertua saya. Kendaraan yang saya punya, 1 buah kijang lama dan 2 motor supra,” jawab sang ustadz terus terang.
Tapi penyidik belum puas. “Sebutkan lagi harta lainnya,” desak penyidik.
Sang ustadz merasa dipaksa mengakui yang dia tidak punya. Ia yakin tidak bersalah atas tuduhan yang dialamatkan padanya. Ia pun menerawang dan matanya berkaca-kaca, air matanya meleleh tak terbendung.
“Kenapa Anda menangis?” tanya penyidik penasaran.
“Saya teringat neraka, di dunia saja sudah demikian rinci di tanya tentang harta, bagaimana nanti di akhirat. Semua pasti di minta pertanggung jawaban yang kita tidak akan bisa mengelaknya,” jawab ustadz, seperti mengingatkannya pada sabda Nabi Muhammad shallalhu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba (pada hari kiamat) sehingga ia ditanya tentang umurnya digunakan untuk apa, tentang ilmunya apa yang ia lakukan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan digunakan untuk apa, dan tentang pisiknya mengapa ia menyia-nyiakannya”. (HR. Tirmidzi, dan ia berkata: hadits ini hasan shahih).
Polisi penyidik spontan mengatakan: “Waaahh ustadz, saya jadi takuut….!”
Kedua, ayat ini juga mengandung perintah untuk beramal shalih sebagai wasilah untuk mendekatkan diri pada Allah. Wasilah, artinya segala sarana yang dapat mendekatkan seseorang pada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan melakukan amal-amal shalih, seperti mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala, membaca dan mentadabur Al-Qur’an, menjauhi segala macam bentuk kesyirikan, melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji, sedekah, silaturahim, menolong orang-orang yang susah, dan kebaikan lainnya.
Imam Qatadah berkata, “Hendaklah kalian mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan menaati dan mengerjakan segala yang diridhai-Nya.”
Ibadah dan amal kebaikan merupakan wasilah yang efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Amar ma’ruf dan nahi mungkar, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kejahatan, juga termasuk wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Jabatan dunia juga bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah, asalkan jabatan itu diraih dengan cara jujur, bukan dengan cara curang. Seorang polisi atau tentara, dapat menggunakan jabatannya untuk mendekatkan diri pada Allah, apabila jabatannya itu digunakan untuk bela negara dan melindungi rakyat demi mencari keridhaan Allah. Bahkan kekuasaan pemerintahan juga dapat menjadi wasilah bagi penguasa, untuk mendekatkan diri pada Allah, sepanjang kekuasaan itu digunakan untuk menegakkan keadilan, mensejahterakan kehidupan rakyat, dan tidak dijadikan alat untuk menentang agama Allah.
Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ
“Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. At-Tirmidzi)
Ketiga, ayat ini juga mengandung perintah untuk berjuang membela Islam. Setelah Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk bertakwa, mengikuti jalan hidup yang diridhai Allah, lalu meninggalkan semua yang haram dan berbuat ketaatan. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk berjihad membela agama-Nya.
Mengapa Islam harus dibela? Karena Islam adalah agama Allah yang tidak pantas diabaikan ajarannya oleh siapapun. Ajaran Islam terlalu hebat untuk dinista, ditolak, ataupun dijauhkan dari kehidupan manusia. Karena itu, Islam harus dibela dan diperjuangkan supaya ajarannya terlaksana dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Berkata Syaikh Dr. Abdul Aziz Tharifi: “Wahai Al-Mushlih, orang-orang yang melakukan perbaikan. Para ulama, kyai, ustadz, tuan guru, ajengan, atau siapapun yang mendedikasikan dirinya di jalan Allah…! Allah hendak menjaga agama-Nya melalui dirimu, bukan menjaga duniamu dengan menggunakan agama-Nya. Karena itu jika hilang sesuatu dari duniamu di jalan agamamu, maka itu adalah konsekuensi dari perjanjianmu dengan Rabb-mu. Karena sungguh Allah telah membeli jiwamu…”
“Sungguh Allah membeli jiwa dan harta orang-orang mukmin dengan pahala surga. Mereka telah berperang guna membela Islam, lalu mereka membunuh atau dibunuh…” (Qs. At-Taubah [9]:111)
PESAN AL-QUR’AN PADA PENGUASA
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد
Di mana pun di dunia ini, rakyat tentu mendambakan seorang Pemimpin, apakah ia Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, Kepala Desa, lurah dan lain sebagainya, yang dalam jiwanya mengalir nilai-nilai kemanusian, kebenaran dan keadilan.
Pemimpin merupakan penentu hidup dan pola perilaku masyarakat yang dipimpinnya. Di tangan pemimpinlah warna kehidupan bangsa/Negara sangat tergantung. Jika seorang pemimpin adil, keadilan akan dengan sangat mudah merayap dalam tatanan kehidupan masyarakat. Begitupun sebaliknya, bila pemimpinnya zalim, maka kehidupan rakyat tertindas dan sengsara.
Dalam mahakaryanya, Ihya Ulumuddin, hujjatul Islam Imam al-Ghazali mengingatkan. “Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya. Dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama. Dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan. Dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi, ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan.”
Dalam kaitan ini, Allah mengamanahkan pada para penguasa negara dengan firman-Nya:
الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ – 22:41
“Orang-orang mukmin adalah orang-orang yang ketika Kami beri kekuasaan di muka bumi, mereka melaksanakan shalat, membayar zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Di akhirat kelak, hanya Allah-lah pemberi balasan atas semua amal manusia.” (Q.s. Al-Hajj [22]: 41)
Inilah pesan Al-Qur’an kepada para penguasa. Ayat ini secara spesifik mengingatkan kepada penguasa muslim, yang mendapat amanah kekuasaan mengelola pemerintahan negara, agar mereka melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf serta mencegah dari yang munkar. Penguasa berkewajiban memfasilitasi rakyatnya untuk melakukan kebaikan dan menjauhi segala bentuk kemungkaran.
Al-Qur’an telah menjadikan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu menyuruh manusia berbuat baik, mencegah perbuatan jahat, sebagai identitas generasi terbaik di dunia. Oleh karena itu, para penguasa pusat maupun daerah, harus menjadikan perintah ini sebagai program utama pemerintahannya.
Islam tidak menghendaki manusia berkubang dalam dosa, sehingga masyarakat harus diselamatkan dari kemungkaran dan kemaksiatan. Allah berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَّا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ – 8:25
“Wahai kaum mukmin, janganlah kalian membiarkan adanya kemungkaran di sekitar kalian. Sebab jika adzab Allah turun, tidak hanya menimpa orang-orang yang berbuat kemungkaran saja, bahkan juga menimpa orang-orang shalih yang berada di tengah mereka. Ketahuilah bahwa adzab Allah itu sangat keras”. (Q.s. Al-Anfal [8]: 25)
Selanjutnya, Imam al-Ghazali menekankan, bahwa aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar adalah kutub terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, maka Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas amar ma’ruf nahi munkar hilang, maka syiar kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan meluas, kebodohan akan merajalela, satu negeri akan binasa.
Jujur diakui, di zaman ini kema’rufan telah digerus oleh derasnya arus kemunkaran. Begitu mudahnya kemunkaran masuk ke dalam rumah-rumah kaum muslimin, melalui media cetak dan elektronik, yang setiap hari dikonsumsi oleh masyarakat.
Lima belas abad yang lalu, Rasulullah shallalhu ‘alaihi wasallam telah menubuwah-kan tentang datangnya arus kemerosotan, dekadensi moral, kejahatan dan kemaksiatan ini. Sebagaimana tergambar dalam hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Abu Umamah, mengenai dialog Nabi dan para sahabatnya yang seakan keheranan akan munculnya hal tersebut.
“Bagaimana kamu, jika isteri-isterimu telah berbuat zina, dan pemuda-pemudanya telah fasik, dan kamu telah meninggalkan jihad?” Sahabat bertanya, “Apakah itu akan terjadi wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Ya, demi Dzat yang diriku ada ditangan-Nya’ lebih dari itu akan terjadi.” Sahabat bertanya, “Apa yang lebih berat dari itu wahai Rasulullah?” Nabi bersabda, “Bagaimana kamu, jika kamu tidak melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar?” Mereka bertanya, “Apakah itu akan terjadi wahai Rasulullah ?” Nabi bersabda, “Ya, demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, lebih dari itu akan terjadi!” Mereka bertanya, “Apakah yang lebih dari itu wahai Rasul Allah?” Nabi bersabda, “Bagaimana kamu jika kamu melihat yang ma’ruf menjadi munkar dan yang munkar menjadi ma’ruf?” Mereka bertanya, “Apa kah itu akan terjadi wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Ya, demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, yang lebih dari itu akan terjadi !” Mereka bertanya, “Apa yang lebih dari itu wahai Rasulullah?” Nabi bersabda, “Bagaimana pendapatmu jika kamu memerintahkan yang mungkar dan melarang yang ma’ruf?” Mereka bertanya, “Apakah itu akan terjadi wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Ya, demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, lebih dari itu akan terjadi !” Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Aku bersumpah demi Aku, akan Aku buka untuk mereka fitnah, di mana orang yang sabar (penyantun) karena fitnah itu menjadi kebingungan.” (HR. Abid-Dunya)
Nampaknya, sebagian besar dari poin-poin yang diperingat-kan Rasulullah shallalhu ‘alaihi wasallam kini sudah terjadi. Seorang istri atau suami selingkuh sudah sering kita dengar. Begitupun, terjadinya pelacuran, seks bebas dikalangan remaja, LGBT, miras, narkoba, pencuri, perampok, pembunuhan, judi, korupsi, dekadensi moral, sudah jadi budaya. Sementara pemuda fasiq yang menyebarkan paham sesat atheisme, liberalisme, zionisme, salibisme, sehingga yang ma’ruf menjadi munkar, dan yang munkar menjadi ma’ruf, sudah tersebar di negeri kita.
Sebaliknya yang terjadi, dakwah kepada Islam dan syari’atnya dianggap radikal atau garis keras. Dan para da’i pun dituduh sebagai fundamentalis, ekstrimis, fanatik, yang posisinya selalu tertuduh. Bahkan ada upaya pihak tertentu membenturkan ulama dengan penguasa; dengan membentuk tim asistensi hukum, yang tugasnya memantau, mengawasi manakah ucapan, aksi dan perbuatan masyarakat yang dapat dkategorikan melanggar hukum untuk ditindak hingga dipenjara.
Lebih buruk dari semua ini manakala hati masyarakat telah mati atau sakit, setelah lamanya bergaul dengan kemungkaran dan mendiamkannya, sehingga kehilangan rasa religiusitasnya.
Apabila suara kebenaran mulai meredup. Sementara teriakan kebathilan semakin menggelora untuk mengajak pada kerusakan, memerintahkan untuk berbuat kemungkaran dan melarang dari yang ma’ruf. Maka, bencana besar yang akan menimpa masyarakat dan Negara, dengan berkuasanya orang-orang jahat sehingga menjadi penyesalan sepanjang masa. Rasulullah shallalhu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ ، أَوْ لَيُسَلِّطَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ شِرَارَكُمْ … ، ثُمَّ يَدْعُو خِيَارُكُمْ فَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ
“Hendaklah kalian menyeru kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Jika tidak, maka Allah akan menguasakan atas kalian orang-orang yang paling jahat di antara kalian. Kemudian, meskipun orang-orang terbaik di antara kalian berdo’a, tidak akan diijabah oleh-Nya.” (HR. Al-Bazzar dari Abu Hurairah. Dinyatakan Hasan oleh As-Suyuthi dalam Jami’ush Shaghir)
Oleh karena itu, barang siapa yang diberikan kekuasaan oleh Allah, lalu ia menjalankan perintah Allah, maka ia akan memperoleh akibat yang baik. Sebaliknya, barang siapa yang diberikan kekuasaan oleh Allah, namun ia mengedepankan hawa nafsunya, maka meskipun ia memperoleh kekuasaan dalam waktu tertentu, namun akibatnya tidak baik dan kepemimpinannya tercela.
Ulama dan Umara menjadi barometer yang menentukan lemah atau kuatnya sebuah negara. Apabila masyarakat dan negara dipimpin oleh penguasa yang zalim, sedangkan ulamanya menjadi corong penguasa, sementara Syariat Islam dicampakkan dan dimusuhi, maka kehancuran negara dan masyarakat sudah berada di depan mata. Sebaliknya, apabila penguasanya adil, para ulamanya bersikap tegas, berani dan ikhlas, menjaga pelaksanaan Syariat Islam, maka itulah sebaik-baiknya masyarakat dan negara yang kita dambakan bersama.
MUNAJAT
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Pada kesempatan yang penuh barakah ini, tidak lupa kita bersyukur kehadhirat Allah subhanahu wa ta’ala dimana bangsa Indonesia berhasil melewati tahun politik yang terasa mencekam. Rakyat Indonesia telah sukses melaksanakan hak konstitusionalnya, memilih presiden melalui Pilpres tanggal 17 April 2019.
Walaupun demikian, saat kita mencermati pelbagai peristiwa tragis yang melingkupi atmosfer politik negeri kita akhir-akhir ini, hati terasa kian gundah dan gelisah. Sejumlah kabar duka turut menyelimuti aktivitas Pemilu 2019.
Ratusan orang anggota kepolisian dan petugas KPPS gugur dalam menjalankan tugas. Sebanyak 554 orang meninggal dunia, 3.788 orang jatuh sakit. Korban ini jauh melebihi korban tragedi bom Bali tahun 2002, sebanyak 202 orang dan bom Sri Langka 21 April 2019, 207 orang meninggal dunia dan 450 orang lainnya terluka.
Ini tragedi nasional. Kita semua ikut berduka cita dengan meninggalnya lebih dari lima ratus orang “korban demokrasi” yang telah berjuang keras menyelenggarakan pemilu, sekalipun berakhir dengan kematian.
Oleh karena itu, marilah kita akhiri khutbah ini dengan bermunajat kepada Allah, semoga kematian saudara-saudara kita, korban pesta demokrasi, serta berbagai bencana yang terus datang silih berganti, menyadarkan kita, khususnya para penguasa bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan negeri ini.
Marilah kita berdo’a dengan meluruskan niat, membersih-kan hati dan menjernihkan pikiran, semoga Allah berkenan menerima ibadah puasa Ramadhan kita dan mengampuni dosa-dosa kita.
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ. يَارَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
Segala puji bagi Allah Rabbul alamin. Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Pujian yang menyamai nikmat-Nya dan menandingi keutamaan-Nya. Ya Rab kami, untuk-Mu pujian yang sebanding dengan kebesaran dan kemuliaan wajah-Mu dan kebesaran kekuasaan-Mu.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ
Ya Allah, ampunilah dosa kaum Muslimin dan Muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a.
اَللّٰهُمَّ اِنَّا نَسْأَلُكَ سَلَامَةً فِى الدِّيْنِ، وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَالْمَوْتِ، اَللّٰهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِيْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ، وَنَجَاةً مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada engkau akan keselamatan Agama dan sehat badan, dan tambahnya ilmu pengetahuan, dan keberkahan dalam rizki dan diampuni sebelum mati, dan mendapat rahmat waktu mati dan mendapat pengampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkan bagi kami waktu (sekarat) menghadapi mati, dan selamatkan dari siksa neraka, dan pengampunan waktu hisab.
اللهم أرنا الحق حقاً وارزقنا اتباعه ، وأرنا الباطل باطلاً وارزقنا اجتنابه .
Ya Allah, tampakkanlah kepada kami yang benar itu sebuah kebenaran dan berikan rizki kepada kami untuk mengikutinya. Tampakkanlah kepada kami yang batil itu sebuah kebatilan dan berikan rizki kepada kami agar menjauhinya.
رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدتَّنَا عَلَىٰ رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ – 3:194 [آل عمران]
Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami karunia yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Janganlah Engkau jadikan kami hina pada hari kiamat kelak. Sungguh Engkau tidak akan menyalahi janji-Mu.”
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ [البقرة]
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, dan kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ . سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ . وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ . وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Semoga shalawat senantiasa tercurah kepada pemimpin kami Muhammad shallalhu ‘alaihi wasallam, keluarga dan sahabatnya semua. Maha suci Tuhanmu Pemilik kemuliaan dari apa yang mereka persekutukan. Semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada para rasul dan segala puji hanya bagi Tuhan semesta alam.[]
alhamdulillah semoga bermanfaat