Majelismujahidin.com – Mudzakarah Nasional Majelis Mujahidin digelar di Markaz MM di Kotagede, Yogyakarta, 21-12 November lalu. Munas yang dihadiri 33 perwakilan MM dari seluruh Indonesia ini, mengambil tema ‘Era Baru Penegakan Syariat Islam di Lembaga Negara’.
Dalam sambutan pembukaan, Ketua Lajnah Tanfidziyah MM, Irfan S. Awwas, mengatakan, “Tanpa terasa Majelis Mujahidin sudah eksis selama 15 tahun berkiprah memperjuangkan tegaknya syariat Islam di lembaga negara. Sebagai organisasi kader, Majelis Mujahidin harus mampu melahirkan kader perjuangan yang handal agar dapat survive dan berkembang. Tidak saja dalam hal regenerasi, tapi yang lebih penting mampu menjawab berbagai tantangan dari realitas dakwah yang terus berubah.”
Dinamika organisasi, lanjutnya, tidak boleh berhenti hanya pada kesibukan rutinitas, tapi juga perlu peningkatan konstruktif yang lebih progresif tanpa kehilangan orientasi dakwah dan jihad. Karena itu pula, diperlukan sistem kaderisasi yang tepat sehingga mampu menciptakan akselerasi roda organisasi.
Terkait tema Munas, ia menjelaskan, bahwa era baru yang dimaksudkan berkenaan dengan strategi perjuangan, bukan hal yang bersifat prinsip. Misalnya, Kapolda Sumsel menyerukan kepada jajaran kepolisian di wilayahnya supaya melaksanakan shalat tepat waktu dan berjamaah di masid atau mushalla terdekat. Begitupun, himbauan Walikota Bogor, Bima Arya tentang gerakan shalat berjamaah. Ia menghimbau pegawai dan karyawan di wilayahnya supaya melaksanakan shalat jamaah di masjid, melarang kafe maksiat, serta melarang acara Syiah yang digunakan untuk menghujat sahabat Nabi serta istri beliau. Hal demikian harus di dukung, tanpa membuat kategorisasi tertentu terhadap para penyeru itu.
“Jadi berani bersikap obyektif, tanpa prasangka negatif terhadap setiap muslim yang melaksanakan ajaran Islam. Begitulah Islam mengajarkan, bahwa hikmah itu milik Islam, maka ambillah dimana saja kalian temukan,” terang Irfan S Awwas.
Untuk itu, katanya lagi, seluruh kader MM harus lebih responsif terhadap perkembangan sosial dan politik, sensitif terhadap prilaku mungkarat serta berani berterus terang untuk membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah.
“Ini hakikatnya kewajiban setiap Muslim. Dan inilah salah satu upaya kita, membantu menjaga negara dan masyarakat supaya terhindar dari rongrongan musuh Allah,” terangnya.
Selain itu, lanjut Ketua Tanfidziyah MM yang aktif menulis serta menerbitkan sejumlah karya intelektual antara lain: Sepuluh Musuh Cita-Cita Perjuangan Islam, Jejak Jihad SM Kartosuwiryo, dan yang terbaru Kesaksian Pelaku Sejarah DI/TII itu, para kader MM harus lebih aktif menjalankan misi diplomasi, bersilaturahmi kepada para penyelenggara negara di semua tingkatan. Karena kesempatan ini, juga sebagai momen dakwah secara langsung dan terbuka.
Mudzakarah yang berlangsung selama dua hari itu, juga menghadirkan pembicara Prof. Dr. Jawahir Tantowi untuk memberikan wawasan politik dan hukum bagi para peserta yang datang dari berbagai daerah itu.
“Keunggulan Majelis Mujahidin, memiliki konsep penegakan syariat Islam, responsif secara positif dan obyektif terhadap pengamalan ajaran Islam yang dilakukan termasuk oleh penguasa, dan berani menyampaikan keyakinannya secara terus terang tanpa terjebak pada ekstremisme,” kata guru besar UII Yogyakarta itu.
Sedangkan Amir Majelis Mujahidin, Al-Ustadz Muhammad Thalib memaparkan pentingnya ‘Membangun Kembali Kejayaan Umat Islam’.
“Setelah menempuh perjalanan perjuangan selama 15 tahun, Majelis Mujahidin mulai memasuki usia baligh. Selama itu pula, Allah Swt. telah menguji kita melalui berbagai pengalaman dari satu fase ke fase berikutnya. Mudzakarah kali ini agar menjadi momentum baru yang lebih baik, untuk meletakkan kunci perjuangan masa depan serta mengasah kecemerlangan berpikir dengan berpegang teguh pada Kitabullah, sebagaimana firman Allah Swt.
“Wahai orang-orang mukmin, berjihadlah kalian dengan sungguh-sungguh guna membela Islam. Allah akan menguji kalian. Allah tidak membuat syariat agama yang memberatkan kalian. Syariat agama kalian itu juga syariat Ibrahim, nenek moyang kalian. Ibrahim–lah yang dahulu memberikan nama Muslimin kepada pengikutnya. Begitu pula nama bagi umat Muhammad ini. Agar Muhammad menjadi rasul yang kelak menjadi saksi bagi kalian, dan kalian menjadi saksi bagi umat para rasul sebelumnya. Karena itu, laksanakanlah shalat, keluarkan zakat dan berpegang teguhlah pada Islam, agama Allah. Allah adalah Tuhan yang menjadi penguasa kalian. Allah adalah sebaik-baik penguasa dan sebaik-baik pemberi pertolongan.” (Q.s. Al-Haj [22]: 78)
Dikatakan selanjutnya, “Parameter mencapai kejayaan umat dapat dilihat melalui kemunculan kader-kader yang berkualitas basthatan fil ilmi wal jismi. Yaitu, kader yang unggul secara intelektual, memahami Islam dengan baik dan benar, serta siap menempuh kesulitan untuk memenangkan perjuangan. Mendidik kader yang berani menghadpi saat-saat sulit, bahkan nyaris gagal dan putus asa, sangat penting. Kalau kader yang siap menempuh jalan enak, bersikap oportunis, tidak perlu dididik, sudah pintar sendiri.
Kemudian, adanya kepemimpinan (leadership) yang berkualitas untuk memimpin perjuangan menegakkan syariat Islam. Syarat lainnya, loyalitas umat pada Islam, serta persatuan umat Islam.”
Adapun persatuan, lanjutnya, hanya mungkin diraih apabila umat Islam bersatu berlandaskan agama Allah. Bukan bersatu sekadar retorika, tapi beda jalan hidup, beda tujuan, beda prinsip. Jika hal ini terjadi, maka yang muncul bukan persatuan umat Islam, melainkan menyuburkan kelompok-kelompok Islam.
Mudzakarah yang diikuti antusias serta optimisme peserta ini akhirnya menelorkan sejumlah keputusan untuk diimplementasikan. []